Monday, June 10, 2013

Laporan Perjalanan Gunung Manado Tua Tua 860 mdpl

(Gunung Manado Tua 860 mdpl)

“Kebahagiaan akan lebih nyata jika dibagi”
Christopher McCandless

Awalnya

Minggu yang menyenangkan setelah melalui tahap demi tahap bersama teman-teman yang kami cintai, berkumpul bersama dan berbagi cerita dan pengalaman dari tiap anggota membuat saya kagum dengan prestasi yang mereka capai hingga saat ini. Setelah perjalanan pertama ke gunung mahawu kami mempersiapkan diri dalam perjalanan tahap ke-II di Gunung Manado Tua.

Pagi itu begitu cerah, awan putih bersama langit biru menyatu bagaikan lukisan yang terindah yang ada di langit, matahari yang setengah tertutup gumpalan awan putih menghangatkan suhu tubuh ini, ditambah tiupan angin sepoi-sepoi membuat tubuh dan pikiran menjadi segar. Yah begitu kira-kira perasaan saat itu.
Tanpa panjang lebar inilah kronologis perjalanan tahap ke-II, Tepatnya Jumat 21- Minggu 23 Januari 2011 kami melakukan perjalalan ke Pulau Manado Tua, dengan tujuan pendakian puncak dari Gunung Manado Tua dan Wawancara dengan beberapa warga disana, peserta ditahap ke-II diikuti oleh Anggota Muda (Viando Manarisip dan Robin Djambujai) sementara itu Ardiyanto Talolang, Leonald Topuh dan Indra Langi tidak dapat mengikuti perjalanan ini karena sibuk. Dalam perjalanan ini kami ditemani mentor kita Alveno Amir Sani dan Vallent Pesik. 

Keberangkatan

“ini merupakan pengalaman yang menyenangkan buat para pemula seperti kami”

Jumat, 21 Januari 2011 tepatnya pukul 10 Pagi kami mempersiapkan diri dan perlengkapan di sekretariat Mapala Artsas, setelah persiapan selesai kami langsung berpamitan dengan senior-senior yang ada serta mengadakan pelepasan. Pelepasan  pun dibuka dengan doa selanjutnya pengambilan dokumentasi bersama yang saat itu dihadiri oleh Mner Heintje Pangemanan selaku Dewan Pelindung Organisasi kami.

Sekitar jam 13:00 kami menuju ke pelabuhan Sindulang dengan menggunakan angkutan dalam kota, saat itu cuaca begitu panas apalagi kendaraan yang begitu banyak membuat jalanan macet. Perjalanan yang bisa ditempuh kurang lebih 10-15 menit menjadikan perjalanan kami hampir 30 menit. Dengan penuh kesabaran kami tiba di pelabuhan, suasana yang begitu berbeda dari sebelumnya karna

perjalanan sebelumnya kami melakukan pendakian jalur darat, kali ini untuk melintasi Gunung Manado Tua dari Teluk Manado kita menyebrang diatas laut Sulawesi. Hehe… ini merupakan pengalaman yang menyenangkan buat para pemula seperti kami Anggota Muda di Mapala Artsas.

Mencari dan Menunggu, yah salah satu pekerjaan yang membosankan, dimana tim kami harus mencari Kapal yang akan berangkat dan menunggu penumpang kapal lainya hingga terisi penuh dan kapalpun akan berangkat. Dengan kesabaran yang tinggi kami menunggu hampir satu jam, akhirnya perahu yang kami tumpangi berangkat menuju ke tempat yang ingin kami tujui yaitu manado tua. Dalam perjalanan dengan menggunakan kapal yang kami tumpangi membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam ke Pulau Manado Tua. Yah waktu yang cukup lama jika hanya duduk berdiam saja, kami menghabiskan waktu dengan bercanda hingga tak terasa pulau yang kami tujui terasa semakin dekat.

Perencanaan

                Dermaga sudah didepan mata, “Pulau Manado Tua! yah ini yang pertama kalinya saya disini.. kataku”. bergegas kami mengambil masing-masing barang kami dan kapalpun bersandar di dermaga. Ketika turun dari kapal suasana waktu itu begitu aneh, saya melihat warga di Pulau Manado tua melihat tim kami dengan mata tajam dan sapaan yang sedikit keras. mungkin saja kami bukan penduduk asli manado tua dan menurut saya mungkin kami masi asing dimata mereka. Kami pun menyapa penduduk setempat dengan ramah dan mereka menerima kedatangan kami, karena kedatangan kami disini dalam tujuan pendakian puncak Manado Tua dan sore itu kami merencanakan menginap di tepi pantai, namun sebelumnya kita menujui desa Pangalingan untuk bertemu dengan Ibu Pala di desa itu sekaligus meminta ijin untuk melakukan pendakian di besok hari.

Menuju rumah Ibu Pala di desa Pangalingan, memaksa kami jalan kaki ke desa itu, 15-20 menit waktu yang kami tempuh ke desa itu,. Sesampainya di rumah Ibu Pala kami disambut baik dengan secangkir teh hangat dan makanan kecil. Bukan hanya itu juga, rencananya kami akan membuka tenda di tepi pantai dan melakukan pendakian dihari esok namun ibu pala menyarankan kami untuk menginap saja dirumahnya karena berbahaya untuk orang asing atau orang yang diluar pulau untuk bermalam diluar rumah. Apalagi saat ini katanya di Pulau Manado Tua lagi ada heboh tentang Isu “Hoga” (Setan) yang menculik bayi sampai anak berumur 5 tahun untuk diambil organ tubuhnya. Yah saat itu saya langsung teringat kejadian saat kami tiba di dermaga orang-orang memandang kami dengan tatapan serius, dan mungkin saja mereka pikir kami adalah Hoga. Hahahaha…. 

Disore menjelang malam itu kami pun berbagi cerita dengan ibu pala tantang keadaan yag terjadi saat ini. Memang awalnya ada beberapa warga disini yang masih percaya dengan mistis. Apalagi kata orang-orang kalau orang luar mau ke Gunung Manado Tua tidak boleh ada atribut merah karena bertentangan. Percaya dan tidak mau percaya kami harus menghargai adat setempat.

Istirahat

Pukul 8 malam, waktunya kami mempersiapkan makan malam, karena kami membawa Logistik yang cukup banyak maka kami menyiapkan makan malam yang special sekaligus mengisi tenaga untuk perjalanan besok.
Suara ombak menghantam batu dan bunyi burung burung dan serangga hutan memanjakan telinga kami. Tak terasa kala itu perbincangan kami begitu lama, Jam dinding pun seakan berbicara dan mau mengatakan ini saatnya kita istirahat. Karena besok pukul 5 pagi kita sudah harus bangun dan mempersiapkan diri untuk melakukan pendakian.
Penghantar tidur malam itu begitu asyik. Walaupun dalam rumah namun suasana tepi pantai terasa dekat. Bunyi ombak dan nyanyian alam mengantar kami lelap hingga ayam kokok membangunkan kami di pagi hari yang cerah itu.

START
Sabtu,22 January 2011 Teh hangat dan kue sudah disiapkan tuan rumah, wah ternyata terasa ungkapan dimana saat itu tamu adalah raja, itu sungguh pelayanan yang kami hargai. Kami pun terasa dekat dengan penduduk setempat yang awalnya memang begitu baik.
Waktu menunjukan hampir pukul 7 pagi. Namun sebelumnya kami juga menyiapkan sarapan pagi untuk mengisi tenaga setelah itu, Kami bergegas menyiapkan peralatan seadanya yang akan kami bawah ke puncak, saat itu kami tidak perlu membawa peralatan banyak, karena rencananya kami tidak akan bermalam di puncak namun segera turun lagi ke rumah Ibu Pala setelah pengambilan dokumentasi di puncak Manado Tua. Barang yag kami bawah saat itu hanyalah Beberapa botol air minum mineral dan Panji ARTSAS bersama Bendera Merah-Putih untuk dikibarkan nantinya dipuncak dan Kamera Pocket untuk pengambilan dokumentasi nantinya di perjalanan. Sebelum kami memulai perjalanan ke puncak kami mengawali perjalanan kami dengan doa dan setelah itu berpamitan dengan tuan rumah.
Gunung Manado Tua dengan ketinggian 860 Mdpl (meter dari permukaan laut), karna ini adalah bagian dari pulau Manado Tua maka titik start pendakian dihitung dari titik 0. Medannya yang sedikit curam dengan tekstur tanah becek membuat langkah demi langkah begitu sulit. Namun dalam perjalanan ke puncak untuk waktu pemula bisa saja ditempuh dalam waktu 3-5 jam. Dalam perjalanan kami, kami mendapati beberapa kesulitan yang kami temui di jalan.

Awalnya rombongan kami yang sudah pernah ke puncak Manado Tua adalah mentor kita Amir Sani, sisanya kami bertiga adalah yang pertama kalinya untuk perjalaan ini. kami memulai perjalanan dengan langkah yang santai. Yang paling saya ingat adalah jalur Paving Block yang tanjakannya begitu curam dan melewati perkebunan warga. Ketika melewati area perkebunan warga kami dihadati dengan 2 jalur jalan, kata amir sebelumnya ketika dia mendaki tahun lalu dia tidak pernah melihat 2 jalur ini. Yah mungkin saja ada beberapa perubahan jalur pendakian dan jalur untuk menuju kebun warga. Kami pun berdiskusi dan men-survey jalan untuk memutuskan jalur kiri atau kanan yang akan kami lalui. Akhirnya kami memutuskan jalur kiri untuk ke puncak.
On The Way

Dalam perjalanan sekiranya 3 km kami berjalan menuju puncak kami kehilangan jalan alias jalan buntu. Ternyata pada dasarnya jalan yang kami pilih sebelumnya salah, seharusnya kita ke kanan bukannya ke kiri. Sedikit putus asa ada dalam raut wajah kami namun kami harus mencari jalan untuk menuju puncak, tak ada waktu untuk turun kembali mencari jalan utamanya. Bermodalkan Navigasi darat kami menguji tehknik yang sudah kami pelajari, walaupun tanpa kompas kami mencari arah Utara dengan berpatokan pulau Bunaken, dan berjalan ke terus ke atas sambil mencari jejak kaki pendaki yang arahnya menuju ke puncak.

Dengan kondisi terpisah dari jalur pendakian kami tetap santai dan berpikir positif bahwa kami bisa melalui tahap ini. Kami berjalan terus ke atas menuju puncak dan dari bawah terlihat awan dan langit yang cerah, dengan bahagia kami bersorak dan semangat melangkah ke depan, nah itu mungkin puncak Manado Tua. Tapi ternyata tidak, melainkan tanah di daerah itu rata dan kembali mendaki ke atas. Karena kelelahan dalam mencari jalan keluar Ego dan rasa percaya diri kala itu hampir menyatukan mental kami. Namun mentor kita Amir tetap optimis untuk melajutkan mencari jalan keluar. Pada dasarnya informasi yang saya dapati untuk mendaki Gunung Manado Tua paling kurang 2,5 jam sudah sampai di puncak tapi perjalanan kami hampir memakan waktu 5 jam, tambah lagi kita hanya terbolak-balik di lokasi yang sama. Apa mungkin kita tersesat atau mistisnya diculik penunggu gunung ini? ataukah hanya halusinasi yang timbul karena kelelahan saat perjalanan? Pemikiran yang muncul dari kepala saya.

Suasana saat itu berubah menjadi aneh, cuaca yang tiba-tiba mendung namun tak berangin dan nyanyian hewan alam yang tiba-tiba berhenti bernyanyi membuat suasana kita semakin tragis. kejadian ini sekali lagi mengingatkan saya dengan sosok mentor kami Amir Sani yang begitu penuh tanggung jawab sebagai pemimpin kelompok dalam perjalanan kita, dia begitu semangat untuk mencari jalan ke puncak. Katanya: “jika menyerah kita gagal” Kata itu membuat kami semangat dan menambah rasa percaya diri kami. 

Zenith

Keberanian dalam mengambil keputusan menjadi jawaban dalam hasil akhir perjalanan. Dengan rasa percaya diri yang kuat kami menemukan jalur utama pendakian ke puncak Manado Tua. Dalam jalur pendakian terlihat jalannya yang bagus dan terbuka dibandingka dengan jalan yang kami lalui tadi yang harus menerobos pohon kecil yang lebat.

Suasana mendekati puncak-pun berubah, Akhirnya tanpa disadari kamipun tiba di puncak, tepatnya sekitar jam 12:30. Waktu yang cukup lama pendakian manado tua. Setiba di puncak kami beristirahat dan makan sedikit cemilan yang kami bawah dari kampung. ketika beristirahat ada satu kejadian yang tidak bisa saya lupakan, dimana tiba-tiba mentor kami Amir Sani mengalami rasa sakit yang begitu kuat dibagian leher belakangnya hingga ke punggung. Kami begitu panik melihat dia menangis sambil menahan sakit yang tiba-tiba dia rasakan. Saat itu tak ada pendaki lain yang ada di puncak melainkan hanya kami ber-empat. Ketika kejadian itu saya melihat ekspresi wajahnya dengan tingkah lakunya yang berbeda dari sebelumnya, dimana dia menagis dan berkata maaf pada penunggu setempat. Tak tau pasti apa kesalahan kami saat itu. Namun sambil menahan rasa sakit dia pun berdoa dan kami sama-sama berdoa dalam hati agar kedatangan kami disini hingga pulang nanti akan baik-baik saja.

Setelah Amir merasa baikan kami menyuruhnya untuk tetap beristirahat sejenak. Dan kami pun segera melupakan kejadian yang baru saja terjadi dan tetap berpikir positif. Dengan mencari kesibukan di puncak saya mengelilingi daerah sekitar, disana terlihat lubang yang begitu dalam disampingnya ada sebuah Tugu Tringgulasi dan beberapa Pohon Matoa. Tapi sayangnya pemandangan diatas puncak kurang menarik, karena tertutup dengan pepohonan besar dan lebat. Setelah mengamati lokasi sekitar, kami meluangkan waktu untuk pengambilan dokumentasi.

Down

Setelah pengambilan gambar selesai, kami pun bergegas turun kembali ke penginapan, dengan melalui jalur utama pendakian kami tiba dalam waktu yang singkat. Dalam perjalanan turun begitu banyak obrolan canda dan tawa yang menemani kami dalan perjalanan turun. Setelah hampir mendekati rumah warga saat itu masih ada juga masyarakat yang memandang kami dengan tatapan serius dan menjauhkan anak-anak mereka dari kami, kami pun menyapa mereka dan berkata bahwa kami baru saja melakukan pendakian Gunung Maado Tua dan segera kembali ke rumah Ibu Pala di desa Pangalingan. Merekapun dengan ramah menerima kami.

Setibah kami di rumah penginapan, dengan kebetulan saya bertemu dengan salah satu warga yang juga seorang guru di salah satu sekolah dasar di desa itu. Wawancara pun di mulai dengan beberapa pertanyaan yang saya berikan. Akhirnya dengan wawancara itu kami anggota muda mendapatkan setidaknya informasi tentang Karakteristik Gunung Manado Tua serta Flora dan Faunanya juga sedikit budaya yang ada di pulau ini. Bapak itu juga menceritakan bahwa lubang yang ada puncak gunung merupakan bekas galian warga Manado Tua, karena konon katanya dahulu kala di puncak Manado Tua tersimpan harta karun dari masa penjajahan belanda. Dengan berita yang beredar maka masyarakatpun bergegas ke puncak dan bersama-sama menggali lubang tersebut hingga dalam tak ada juga tanda-tanda harta karun yang terkubur itu.

Dari perbincangan dengan masyarakat desa bahwa ada juga kisah tentang seorang bapak tua yang mendaki gunung manado tua, setelah 2 hari lamanya tak ada kabar dari bapak tua itu, dan dia dinyatakan hilang dalam perjalanan turun. Masyarakatpun membantu mencari bapak tua yang hilang itu, namun apa jadinya. Bapak tua yang hilang di pulau manado tua akhirnya ditemukan oleh warga desa Airmadidi di bawah kaki Gunung Klabat-Minahasa Utara. Sungguh cerita mistis yang ada di pulau ini membuat bulu tangan berdiri.

Malam Terakhir

Sebelum matahari malas untuk pulang, kami tidak mau melewatkan satu moment ini… yah Mandi Pantai di sore hari. Bermain dengan air dan dimanjakan dengan tontonan terumbu-karang, merupakan waktu yang tidak bisa kita lewatkan. Namun tak butuh waktu lama untuk bersenang-senag, karena cuaca yang indah tiba-tiba menjadi gelap. Hujan pun turun dan memaksa kami cepat naik ke daratan dan menganti pakaian untuk pesta malam terakhir.

Matahari pun tenggelam dalam lautan, langit yang biru tiba-tiba menjadi hitam. Dengan waktu yang singkat kami menyiapkan makan malam spesial malam terakhir. Setelah makan malam selesai, kami dalam tim expedisi manado tua merayakan malam ditepi pantai dengan suasana sedikit remang-remang dengan tema pecinta alam. Saat itu saya melihat di raut wajah mereka yang memancarkan kebahagiaan serta merencanakan kebahagiaan yang abadi. Di atas pasir putih itu, istana putihpun berdiri dengan kokoh, namun apa daya dalam beberapa menit hancur diterpa ombak. Aku melihat dimana kebahagiaannya terhapuskan oleh air garam yang sombong namun penyayang. Dengan penuh keceriaan kenangan ini hanya menjadi selembar gambar diatas kertas yang tersusun rapi di dalam albumnya. Gambar demi gambar menceritakan tahap perjalanan yang saat itu kami lalui.

Malam itu juga waktu pun memaksa kami untuk bertukar cerita dengan anak dari Ibu Pala. Dalam perbincangan dia menawarkan untuk besok pagi ada kapal yang bisa kami tumpangi gratis menuju pelabuhan Manado dan kami pun tak mau melewatkan kesempatan emas ini . waktu membuat menjadika kita akrab dengan orang-orag yang dekat dengan kami. Tak terasa sudah larut malam, waktunya untuk memulihkan tenaga yang sudah terbuang seharian tadi.

Back Home




Minggu, 23 Januari 2011 dimana cuaca yang baik untuk berpergian. Yah kurang lebih pagi itu cuaca mendukung dalam perjalanan pulang kami, namun tidak dengan ombak pagi waktu itu yang lumayan tinggi membuat kami takut untuk pulang. Namun apa jadinya! Mau tidak mau harus tetap pulang dengan tumpagan gratis. Kami berpamitan pada keluarga yang kami tumpangi dan masyarakat yang ada di sekitar. Oh ya pagi itu begitu baik pelayanan yang mereka berikan pada kami. Hanya ungkapan terima kasih yang bisa kami berikan. Sungguh perjalanan di manado tua sangat menyenangkan.

Perjalanan tahap ke-II ini pun berjalan dengan baik. Dalam perjalanan ini kami Anggota Muda mengucapkan banyak terima kasih kepada Mentor kami Alveno (Amir) Sani dan Sdri. Valent Pesik yang telah menemani kami dalam perjalanan ini.

Data Untuk Pulau Manado Tua.
- Pulau ini terdiri atas hutan hujan tropis yang temasuk di dalamnya 20% hutan lindung dan sisanya perkebunan rakyat setempat.
- Memiliki 2 kelurahan yakni Manado Tua 1 dan Manado Tua 2 dan termasuk dalam Kec. Bunaken.
- Perairannya termasuk salah 1 area Diving.
- Mata pencarian penduduk Manado Tua yaitu bertani dan nelayan.
- Penduduk Asli Manado Tua berasal dari Kep. Sangie Talaud dan Agama 100% Kristen, serta masyarakat
Manado Tua adalah penduduk yang paling ramah di Kep. Bunaken.

Flora Dan Fauna
- Pulau ini dikelilingi dengan pohon Kelapa, serta perkebunan masyarakat antara lain Ubi, Pisang, dll. Setelah perkebunan kita akan memasuki hutan hujan tropis. Disana terdapat tumbuhan seperti Jati, Ilalang, Pandang Hutan, Durian Hutan, dan yang lebih menarik di puncak terdapat Pohon Matoa yang ditanam oleh penduduk setempat.
Untuk data fauna yang kami terima, di pulau ini tedapat Kus-Kus, Kelabang (Kaki Seribu), Ular, Kadal, Monyet, dan Gagak.

No comments:

Post a Comment